Kamis, 14 Mei 2020

Hegemoni dan Intelektual Antonio Garamsci

HEGEMONI DAN INTELEKTUAL

oleh: M. Faisol Amri*

Dimana ada kekuasaan, disana muncul perlawanan terhadapnya” (Gramsci)

Istilah hegemoni muncul dari yunani kuno ‘eugemonia’ yang diklaim oleh dominasi posisi negara-negara kota (polism atau citystate) saat dominasi Athena dan Sparta terhadap negara-negara lain yang sejajar. Teori hegemoni sesungguhnya adalah kritik terhadap konsep pemikiran yang mereduksi dan menjustifikasi bahwa esensi suatu entitas adalah  satu-satunya kebenaran yang mutlak. Terutama reduksionisme dan esensialisme yang dianut oleh kalangan Marxisme dan non Marxsisme. Dalam kalangan penganut marxisme telah lama terjadi perdebatn panjng tentang basic structure (sekelas ekonomi) dan superstructur (sekelas sosial, budaya, ideologi, politik, dsb), dimana tafsir marxisme klasik memahmi bahwa struktur ekonomi dasar mempengaruhi super struktur. Perjuangan kelas direduksi menjadi ekonomi, perjuangan sosialisme direduksi menjadi ekonomi, sehingga akar pemahamannya menafikan gerakan-gerakan lain seperti movement, gender, gerakan budaya, civil right, lingkungan, gerakan perempuan, dan lain sebagainya.  
  
Pemikiran Antonio Gramsci juga merupakan kritik terhadap marxisme klasik yang berasumsi dengan positivistic dan mekanistik utamanya yang berkaitan dengan revolusi dan gerakan sosial. Teori hegemoni sendiri sejatinya sebagai antitesa terhadap pemikiran positivistic ala marxixme pada saat itu. Dalam hal seperti ini kaitannya adalah pemikiran Gramsci dimana bahwa formasi social kapitalistik yang memuat diskriminasi dan penindasan didalamnya yang juga terdapt—rezim Mussolini—tidak secara otomatis menimbulkn revolusi sosisal, bahkan dalam ksus seperti ini tak jrang samapai ‘de-ploletarisasi’ dimana tak jarang kaum pekerja rela menerima penderitaan dan bahkan sampai mendukung kekuasaan Mussolini. 

Awal Gramsci tentang teori Hegemoni adalah pandangannya tentang kelas dimana kelas-kelas atas berkuasa dan bentuk persuasi, penindasan dan kekerasan terhadap kelas bawah. Hegemoni Gramsci tidak mengarah pada kekuasaan tetapi lebih pada penggunaan kepemimpinan dan ideologisme. Menurut Grammsci sebauh organisasi konsensus didamana ketertundukan selalu diperoleh dari penguasaan ideologi dari kelas yang menghegemoni. Bagi Gramsci sendiri konsensus lebih mengarah tercipta dari dasar adanya persetujuan, sebuah konsesnsuus yang diterima kelas pekerja pada daarnya bersifat pasif. Artinya bukan berarti menganggap adanya sebuah konsensus pekerja dianggap sebagai struktur sosial yang ada itu adalah keinginan pekerja itu sendiri, melainkan lebih karena mereka kehilangan basis konseptual yang menampung mereka untuk memahami realitas sosial secara efektif. 
Dua ha yang menjadi dasar kurangnya dasar konseptual bagi kalangan buruh, yaitu pendidikan (edukasi) dan mekanisme kelembagaan (birokrasi). Pendidiakn yang ada tak membngkitkan sikap berfikir kritis dan sistematis melainkan lebih pada mekanisme bernagkat-pulang  atau belajar-pengabdian. Di lain pihak, mekanisme kelembagan (pesantren, partai-partai politik, media masa, NGO, LSM, dan lain sebagainya) menjadi buah kaki tangan kelompok orang yang berkuasa untuk menentukan ideologi yang mendominasi. Gramsci memandang watak sebuah konsesnsus dari masyarakat kapitalis sesungguhnya adalah kesadaran yang terbuang dan hegemoni yang dlakukan oleh kaum borjouis adalah samar-samar. Ada tiga tingkatan hegemoni yang menurut Gramsci timbul akibat realitas ini, 
Pertama, hegemoni total (integral) ditandai dengan afiliasi massa yangmendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan kesatuan moral dan intelektual yang kokoh, yang tampak dari hubungan organis antara si-pemerintah dan yang diperintah. Hubungan tersebut tidak diwarnai dengan antagonisme dan perlawanan kntradiksi secara sosial maupun etis. Kedua, hegemoni yang merosot ditandai dengan adanya potensi disintegrasi atau konflik yang merambah di permukaan, artinya meskipun sistem pokok telahmencapai kebutuhan dan sasarnnnya,tetapi mentalitas masyarakat tidak sungguh-sungguh elaras dengan apa yang dipikirkan dan apa yang dialami. Ketiga, hegemoni minimum adalah hegemoni yang dilandasi kesatuan ideologis antara elit ekonomi, politik dan intelektual, yang berlangsung dlam keengganan masa dalam ikut campur terhadap apa ang telah duikuasai. 

Konseptualisasi hegemoni Gramsci yang dituangkan dalam tiga aspek--masyarakat politik (political society), masyarakat sipil (civil society), dan ekonomi--kemudian menjadi diskursus  baru dalam mengenai konsep negara. Dimana konsep negara integral atau negara yang diperluas adalah buah asimilasi perpaduan antara masyarakat politik yang menjadi sumber koersi dengan masyarakat sipil dimana kepemimpinan hegemonik terbangun. Berbeda dengan negara totaliter yang tidak memiliki unsur sukarela, negara integral masih menyediakan unsur kesukarelaan tanpa dipaksa. Konsep ini menggambarkan bahwa kekuasaan tidak hanya berpusat pada negara, karena kekuasaan dipahamis sebuah hubungan sehingga hubungan masyarakat sipil juga merupakan hubungan kekuasaaan. Konsep Gramsci inilah yang kemudian dinilai berbeda dengan konsep Marxis klasik , termasuk lenin, yang melihat kekuasaan terpusat pada negara dan berada penuh dibawah kekuasaan kelas kapital.

Peran intelektual agaknya perlu dlihat dari pandangan Gramsci untuk melihat masyarakat transisi menuju sosialisme, ada dua catatan penting Gramsci dalam membahas intelektual dan perannya. Pertama, tentang perlunya menghapus kelas manual dan kelas intelektual yang telah lama mengakar dalam dunia kapitalisme, hal ini tentunya termasuk masyarakat sipil dan masyarakat politik. Kedua, tentang hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan, atau pengetahuan yang lahir dari karya monopoli kelas yang berkuasa, dan perlunya perubahan mendasar tentang hubungan antara manusia dan pengetahuan untuk mencapai sosialisme. 

Gramsci menolak pandangan tradisional bahwa intelektual hanya berasal dari ahli sastra, filsuf, dan seniman. Intelektual tidak berangkat dari setiap aktifitas berfikir, tetapi lebih pada aspek fungsi yang semua orang jalankan. Oleh karenanya menuryt Gramsci semua orang adalah intelektual, namun tidak semua orang mempunyai fungsi intelektual. Sedikit berbeda dengan apa yang diutarakan Julien Benda pendapatnya menggambarkan sosok intelektual dalam sosok yang sangat ideal bahwa intelektual yaitu segelintir manusia yang sangat berbakat dan diberkahi moral filsuf raja. Atau pandangan intelektual sastra ‘Sartre’ yang agaknya lebih dekat dengan konsep tulisan dan sastra. Kaum intelektual gramsci disini adalah mereka yang mempunyai fungsi organisator dalam semua lapisan masyarakat, sehingga kaum intelektual tidak hanya berasal dari pemikir, penulis, seniman, tetapi juga organisator, seperti pegawai negri, pemimpin politik, ulama, guru, mereka yang berguna bagi masyarakat sipil, negara, sistem produksi seperti ahli mesin, manager dan kemudian teknokrat.

Selanjutnya Gramsci membagi antara intelektual organik dan intelektual tradisional. Intelektual tradisional adalah mereaka yang telah menjadi intelektual orgaik dalam model produksi foedal yang telah digantikan, atau menjadi intelektual organik dalam model produksi yang sedang dalam proses digantikan. Intelektual tradisional merupakan inteektual yang dapat dikategorikan dalam otonom dan merdeka dari kelompok sosial dominan sehingg mereka terlihat independen, otonom, serta menjauhkan diri dari masyarakat. kelompok ini (humanis) memisahkan intelegensia dari tatanan borjouis, inteektual tradisional adalah mereka yang menyandang tugas-tugas kepemimpinan intelektual dalam suatu given society selain itu menurut Gramsci tugas intelektual tradisional adalah segera memutuskan ketidakmenentuan sikap dan segera bergabung dengan kelas-kels revolusioner. engan demikian, semua sudut pandang intelektual orgnik adalah buah embrio intelektual tradisional. Contoh dari intelektual tradisional adalah golongan filsuf, artis, sejarawan, para profesor, ulama dan rohaniwan.  

Sedangkan intelektual organik adalah adalah intelektual dan organisator politik, yang menyadari identitas yang mewakili da yang diwakili, serta gambaran yang riil tentang para eksekutpor kelas ekonomi atas. Fungsi yang dijalankan oleh intelektual organik adalah bertindak sebagai agen kelas untuk mengorganisir hegemoni dalam masyarakat dan mendominasi melalui aparat. Dengan demikian para manager, insinyur, teknisi adalah intelektual organik dalam bidang produksi. Politisi, penulis, akademisi, penyiar, wartawan adalah intelektual organik dalam masyarakat sipil. Sedangkan pegawai negri senior, perwira papan atas dalam kemiliteran, jakasa dalam pengadilan tinggi adalah intelektual organik dalam negara. Gramsci menyatakan jika kelas pekerja, buruh dan petani ingin beranjak dari kelas bawah untuk mengambil kepemimpinan bangsa, dan membangun kesadaran politik melalui reformasi moral dan intelektual, maka mereka harus menciptakan kelas organiknya sendiri.   

*penulis adalah Mahasiswa Universitas Brawijaya, dan anggota Gusdurian Malang. 
      
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mencari ‘Suara’ Tuhan di Tengah Pandemi COVID-19

“Fondasi dari hukum syariat yang adil tidak dibangun oleh kelompok-kelompok mayoritas atau kelompok dominan dalam masyarakat, dan bukan pula...